Bank Sampah Berseri Desa Krandegan, dari Sampah Warga Bisa Punya Tabungan Khusus

Bank Sampah Berseri Desa Krandegan, dari Sampah Warga Bisa Punya Tabungan Khusus
Masyarakat mengumpulkan sampah di Bank Sampah Berseri (BSB) di Desa Krandegan, Kecamatan Bulukerto, Wonogiri. (IWAN ADILUHUNG/RADAR SOLO)

Desa Krandegan (mimbardesa) – Sampah yang dihasilkan warga Desa Krandegan, Kecamatan Bulukerto, Wonogiri kini bisa dijual ke bank sampah yang ada desa tersebut. Bank sampah itu bernama Bank Sampah Berseri (BSB). BSB berada di Desa Krandegan.

Koordinator BSB Riyanto mengatakan, bank sampah ini  mulai dibentuk pada November 2019 silam. Atas inisiatif Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD).

“Itu ada lima orang. Kami berlima menyisihkan uang Rp 5 juta, coba mengelola sampah,” ungkapnya.

Saat itu, mereka mengelola sampah di Dusun Kuniran, tempat berdirinya Rumah Sadar Lingkungan (Darling) yang menjadi basecamp BSB. Sampah-sampah berbagai jenis dari masyarakat dibeli. Total menghabiskan dana Rp 600 ribu di pekan pertama. Namun saat dijual ke pengepul, sampah hanya laku Rp 300 ribu. Hal tak jauh berbeda kembali terjadi di pekan kedua.

Dari kegagalan itu, para pengelola mencoba mencari jalan keluar. Mereka akhirnya belajar terkait pemilahan sampah dari pengepul sampah di Kecamatan Puhpelem.

“Satu hari full saya dan Pakde Wagiman (sapaan akrab Kepala Gudang BSB saat ini) belajar. Setelah itu kami berlima urunan lagi terkumpul Rp 1 juta untuk mengelola sampah,” bebernya.

Tim itu mengambil sampah dari masyarakat. Sampah-sampah itu kemudian dipilah berdasarkan jenisnya.

Saat itu, sampah dipilah menjadi 15 jenis. Mulai dari plastik hitam, plastik putih, kardus, besi, hingga tembaga. Bahkan saat ini mereka sudah bisa memilah sampah hingga 33 jenis.

“Setelah paham soal pemilahan, kami coba di satu desa program ini di Maret 2020. Itu saat awal-awal Corona menyerang,” bebernya.

Saat itu, tim tidak berkeliling mengambil sampah di tempat warga, melainkan warga yang menyetor sampah ke BSB.

Sampah dibeli dari masyarakat berdasarkan jenisnya. Yang paling murah adalah plastik godongan (seperti bungkus makanan ringan dan bungkus kopi saset), dihargai Rp 500 per kilogram. Sementara yang paling mahal adalah tembaga yang dihargai Rp 120 ribu per kilogram.

“Dengan inil masyarakat bisa dapat tambahan penghasilan dari sampah yang biasanya dibuang atau dibakar,” terangnya.

Langkah tersebut juga dinilai bisa memberdayakan masyarakat. Masyarakat akhirnya menjadi lebih perhatian kepada lingkungannya.

Pihak BSB juga membuat program Gerakan Peduli dan Cinta Lingkungan (Garpu Tala) 29. Setiap bulan pada tanggal 29 dilakukan gerakan bersama pemdes setempat. Di mana sampah-sampah warga dikumpulkan di pos ronda. Program itu dimulai sejak April 2021. Saat itu, terkumpul 600 kilogram sampah plastik godongan dan dibeli oleh petugas.

“Khusus kalau Februari dilakukan setiap tanggal 28,” kelakar Riyanto menjawab candaan Radarsolo.com.

Hasil penjualan sampah plastik oleh warga bisa diminta langsung atau ditabung terlebih dahulu. Sudah ada petugas yang khusus melakukan pembukuan.

Bahkan ada juga emak-emak di salah satu wilayah setempat yang khusus menabung dari sampah. Uang itu digunakan untuk kebutuhan pengajian warga setempat, yakni diambil saat pengajian untuk digunakan membeli kudapan saat pengajian.  (MD07)

Berita Lainnya

Index