Ada sejak Masa Kolonial, Begini Asal-usul Nama Desa Belangwetan Klaten

Ada sejak Masa Kolonial, Begini Asal-usul Nama Desa Belangwetan Klaten
Warga melintas di depan Kantor Desa Belangwetan, Kecamatan Klaten Utara, Klaten, Jumat (22/3/2024). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

MimbarDesa.com - Desa Belangwetan, Kecamatan Klaten Utara, Klaten, menjadi salah satu wilayah favorit pengembang properti selama beberapa dekade terakhir.

Lokasinya yang strategis yakni berada di tepi jalan raya Solo-Jogja hingga dekat dengan pusat kota membuat wilayah desa tersebut menjadikan wilayah tersebut menarik untuk kawasan permukiman.

Namun, kondisi desa yang kini ramai jauh berbeda dibandingkan saat awal desa itu berdiri. Nama desa menggambarkan kondisi ketika kali pertama desa itu mulai memiliki pemerintahan.

Berdasarkan informasi sejarah desa yang tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) Belangwetan 2019-2025, Desa Belangwetan diperkirakan berdiri sekitar 1892 Masehi, di masa kolonial Belanda.

Berdasarkan informasi sejarah desa yang tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) Belangwetan 2019-2025, Desa Belangwetan diperkirakan berdiri sekitar 1892 Masehi, di masa kolonial Belanda.

Secara administrasi saat itu, kawasan Klaten masuk dalam wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat di bawah raja Paku Buwono (PB) XI yang memerintah pada 1861-1893.

Untuk melancarkan tugas pemerintahan, dibentuk pemerintahan desa. PB XI kemudian mengangkat seorang lurah bernama Marto Suharjo untuk memimpin wilayah yang kini bernama Belangwetan.

Karena warga yang menghuni secara bergerombol hanya di bagian timur, desa itu berubah namanya menjadi Belangwetan hingga kini. Seiring perkembangan zaman, kawasan hutan dibuka dan menjadi area pertanian.

Lambat laun, jumlah penuduk bertambah oleh kaum pendatang untuk bertani. Saat masa kolonial Belanda, petani kala itu harus menanam tembakau dan rosela yang hasilnya dibeli oleh Belanda.

Penyebaran Agama

Kasi Pemerintahan Desa Belangwetan, Slamet Mulyana, mengatakan saat ini Belangwetan dihuni sekitar 8.455 jiwa yang tinggal di 54 wilayah rukun tetangga (RT). Penduduk Belangwetan terdiri atas beragam suku hingga agama.

Luas wilayah desa itu sekitar 170,6 hektare (ha) dengan sekitar 120 ha merupakan permukiman atau perumahan. “Hampir 50 persen penduduk di desa ini merupakan para pendatang,” kata Slamet saat ditemui Solopos.com di Kantor Desa Belangwetan, Jumat (22/3/2024).

Selain sejarah nama desa, Slamet menjelaskan desa tersebut juga memiliki sejarah panjang tentang persebaran agama Islam. Dalam dokumen RPJM Desa, PB XI kala itu tak hanya mengangkat kepala desa yang kali pertama menjabat di wilayah tersebut.

Ulama Keraton Kasunanan Surakarta juga diminta menuju ke sisi barat Desa Belangwetan untuk mengembangkan agama Islam. Ulama itu bernama Syarifuddin.

Awalnya, ulama itu mendirikan surau untuk tempat ibadah dan mengembangkan agama serta menanam dua pohon jambu. Dalam perkembangannya keberadaan surau tersebut mengundang banyak santri untuk datang belajar agama.

Wilayah tersebut kini dikenal dengan nama Pesantren, yang sekarang lebih dikenal dengan Dukuh Gading Santren di wilayah Desa Belangwetan. Masjid peninggalan ulama tersebut hingga kini masih ada namun sudah mengalami beberapa kali pemugaran.

Masjid itu kini bernama Syarifuddin. “Dulu wilayah sini masih berupa hutan belantara. Belum ada penduduk,” kata salah satu warga Gading Santren, Muhammad Sadeli, 84.

Sadeli mengatakan Syarifuddin menjadi tokoh ulama yang dikenal dengan kesalehannya. Menurut Sadeli, Syarifuddin merupakan putra raja. Namun, dia memilih meninggalkan kerajaan untuk menyebarkan ilmu agama. *

Berita Lainnya

Index